Kamis, 27 Agustus 2009

SKANDAL SEKS DI GEREJA VATIKAN

Adanya berbagai penggambaran adegan seks dan pornografi oleh Alkitab yang sangat “vulgar” dalam berbagai cerita tersebut, cenderung akan meracuni dan merusak pikiran para pembacanya, terutama dari kalangan anak-anak muda yang mentalnya masih rapuh. Perusakan pikiran oleh pornografi dalam Alkitab ini kemungkinan akan dapat mempengaruhi pada sikap dan perilaku.

Setelah membaca berbagai kisah cerita “mesum” tersebut, dapat kita simpulkan sementara ini, bahwa ajaran-ajaran Alkitab yang memuat tentang skandal seks para nabi dan rasul itu sangat sesat dan menyesatkan. Bisa jadi, kebanyakan umat Kristen mempercayai cerita “tidak masuk akal tersebut” sebagai sebuah wahyu dari Tuhan.
Adanya berbagai penggambaran adegan seks dan pornografi oleh Alkitab yang sangat “vulgar” dalam berbagai cerita tersebut, cenderung akan meracuni dan merusak pikiran para pembacanya, terutama dari kalangan anak-anak muda yang mentalnya masih rapuh. Perusakan pikiran oleh pornografi dalam Alkitab ini kemungkinan akan dapat mempengaruhi pada sikap dan perilaku. Ada sebuah hukum yang mengatakan bahwa : “Secara fisik Anda adalah apa yang Anda makan dan secara moral dan mental Anda adalah apa yang Anda baca!”. Artinya, orang yang telah terbiasa membaca dan mengkonsumsi pornografi dalam kesehariannya, cenderung akan meniru, atau sekurang-kurangnya mempunyai pikiran untuk melakukan apa yang telah ia baca itu.
Seperti kita ketahui bahwa negara-negara barat mayoritas penduduknya menganut agama Kristen, dan bukan rahasia lagi kalau kebanyakan masyarakatnya disana saat ini sedang mengalami degradasi nilai-nilai moral. Adanya homoseksual, pelacuran, hubungan kelamin sebelum dan di luar nikah, pelanggaran seksual, pornografi, pelecehan seksual, dan meningkatnya penyakit-penyakit kelamin, adalah sejumlah indikasi penting dari keruntuhan nilai-nilai moral di negara-negara barat. Namun ironisnya, sesuatu yang sangat berbahaya tersebut justru sering dianggap oleh masyarakat barat sebagai sesuatu hal yang normal.
Bisa jadi karena standar moral yang mereka anut itu juga berdasarkan tuntunan dan inspirasi yang mereka dapatkan dari Alkitab. Manakala Alkitab telah cenderung mentolerir suatu perbuatan zina, maka itu pula yang akan dianut oleh masyarakatnya. Sebagai contoh di negara-negara barat, laki-laki dan perempuan dewasa tidak malu untuk tidur bersama (kumpul kebo) sebelum mereka menikah, hal ini terjadi karena Alkitab memang mencontohkan cara-cara untuk melakukan kegiatan seperti itu (Lihat Alkitab-Rut, Pasal 1-4). Begitu juga ketika kita menyaksikan banyak orang-orang barat menjadi lesbian atau gay, itu karena Alkitab juga menganjurkannya. Ini dapat kita lihat dalam kasus lesbian yang menceritakan kisah “percintaan sehati Naomi dengan Rut” (Rut 1:15-20), kasus gay tentang “Laki-laki tua yang lebih bersimpati kepada tamu laki-lakinya dibanding anak perempuannya sendiri” (Hakim-Hakim 19:23-24), atau cerita tentang “berkat Tuhan” kepada masyarakat Sodom atau pelaku sodomi (Kejadian 18:26-33), yang kebanyakan orang-orangnya berperilaku homoseks (Kejadian 19:5).
Adanya dampak negatif pornografi dan cerita skandal seks dalam Alkitab ini bukan hanya mempengaruhi masyarakat awam saja, tetapi juga bahkan telah menjalar kedalam kehidupan para pemimpin gereja-gerejanya. Kalau anda pernah membaca Surat Kabar Italia La Republica yang terbit di Vatikan pada Hari Rabu, tanggal 21 Maret 2001, maka anda akan mengetahui adanya berita yang mengabarkan tentang maraknya kasus pelecehan seksual dan pemerkosaan biarawati yang dilakukan oleh pastur dan uskup di gereja-gereja Katolik, dimana mereka berusaha memaksa para biarawati itu agar menggugurkan kandungannya untuk mencegah terbongkarnya skandal asusila mereka. Dalam berita itu, diinformasikan bahwa para uskup dan pendeta ternyata menggunakan otoritas agama mereka di beberapa negara, untuk melakukan hubungan seks dengan biarawati secara paksa. Hal ini terbukti dengan laporan tentang banyaknya terjadi pelecehan seksual di 23 negara, diantaranya : Amerika Serikat, Brazil, Philipina, India, Irlandia, dan Italia, bahkan di dalam gereja Katolik-Vatikan itu sendiri, juga di beberapa negara Afrika lainnya.
Berita tersebut lebih jauh mengatakan bahwa salah seorang kepala biarawati di sebuah gereja, yang sengaja tidak disebutkan namanya, menyatakan bahwa para pendeta di gereja tempatnya bekerja telah melakukan pelecehan seksual terhadap 29 biarawati yang ada dalam keuskupannya. Ketika salah seorang biarawati melaporkan permasalahan ini kepada uskup agung, maka dia pun dipecat dari pekerjaannya.
Di gereja lainnya, menurut laporan, para pendeta yang berada di sana minta disediakan biarawati untuk memenuhi nafsu seks mereka. Dalam berita itu dinyatakan, bahwa setelah kejadian tersebut terungkap, maka pihak gereja mengirim para uskup yang terlibat ke luar negeri untuk melanjutkan studi atau mengutus mereka ke gereja lain sampai batas waktu tertentu. Adapun para biarawati, yang takut pulang ke rumahnya, dipaksa untuk meninggalkan gereja, sehingga banyak dari mereka beralih profesi menjadi wanita tuna susila (pelacur). Juga dinyatakan, bahwa telah ditemukan beberapa bulan yang lalu tentang adanya jaringan para uskup dan agamawan di Vatikan, dengan berbagai macam tingkatannya, yang melakukan perilaku seks menyimpang (homoseks) dan pecandu narkoba.
Pada bulan Maret 2003, Bapa Vatikan, Paus Yohanes Paulus II pernah mengundang para pembesar gereja Katolik Roma di Amerika Serikat ke Vatikan Roma untuk membahas terbongkarnya skandal seks sebagian uskup Amerika yang mengguncang gereja di sana.
Uskup New York dan Boston yang memiliki kedudukan terbesar di gereja Amerika mendapat tekanan kuat untuk mengundurkan diri dari jabatan mereka, setelah tersebar kabar bahwa mereka berdualah yang berada di balik skandal seks yang dilakukan oleh sebagian pendeta. Uskup Milouki dituduh telah menyembunyikan informasi tentang skandal seks serupa. Kepala uskup Boston Kardinal Bernard Lu yang berumur 70 tahun juga dituduh telah mengetahui adanya beberapa uskup di keuskupannya yang melakukan pelecehan seksual terhadap anak-anak di bawah umur secara terus menerus, namun uskup tersebut tidak memberikan sanksi kepada mereka, malah dia hanya memindahkankannya ke keuskupan lainnya, dimana para pendeta tersebut bisa mencari korban-korban baru lainnya. Selain itu, terdapat juga skandal serupa di negara-negara bagian Amerika lainnya, seperti di St. Louis, Florida, California, Philadelphia, dan Detroit.
Sekitar 3000 pendeta menghadapi tuduhan pelecehan seksual terhadap anak-anak di bawah umur. Kardinal pun mendapat protes keras karena tidak memberikan sanksi di Boston kepada mantan pendeta John Geogon yang diyakini telah melakukan pelecehan seks terhadap 100 orang selama 20 tahun, malah dia hanya dipindahkan ke keuskupan lain. Skandal seks gereja tersebut menghabiskan biaya yang sangat besar mencapai milyaran dolar untuk berdamai di luar pengadilan di beberapa kasus. Juga dinyatakan bahwa beberapa keuskupan dinyatakan bangkrut disebabkan oleh adanya skandal seks tersebut.
Ironisnya, para pastor dan pendeta tidak malu-malu melakukan perbuatan “keji” tersebut dibalik jubah “suci” yang mereka kenakan dihadapan umat. Sebagai orang-orang yang dianggap suci oleh jemaatnya, mereka ternyata mempunyai perilaku seperti “binatang”, bahkan lebih buruk dari itu. Jadi, bagaimana mungkin para pendeta yang “suci” dan “bertakwa” itu minta disediakan biarawati untuk memenuhi nafsu seks mereka? Benar-benar sangat tidak bermoral!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar