Kamis, 27 Agustus 2009

Anak Perempuanku Boleh diperkosa, Gratis!

Siapapun mungkin tidak akan rela jika melihat anak perempuannya, istrinya, kakak/adik perempuannya, neneknya, atau ibunya diperlakukan secara tidak terhormat oleh laki-laki asing tidak dikenal (bukan muhrimnya). Namun dalam Alkitab, hal tersebut tidak berlaku. Siapa saja boleh merelakan anak perempuannya, istrinya, kakak/adik perempuannya, neneknya, atau ibunya, untuk diperkosa secara gratis oleh orang lain. Dalam Hakim-Hakim pasal 19-21, diceritakan tentang adanya perbuatan tercela di suatu daerah bernama Gibea.

Ceritanya, ada sepasang suami istri dari Bani Israel yang sedang bertengkar, dan menyebabkan sang istri “ngambek” lalu pulang kerumah orangtuanya. Si suami lalu segera menyusul kerumah mertuanya untuk bisa rujuk lagi dengan istrinya. Sampai disana, mereka akhirnya rujuk kembali, dan tinggal bersama, beberapa hari lamanya dirumah tersebut. Selanjutnya, mereka berdua pun pamit pulang dan melanjutkan perjalanan kembali pulang kerumah mereka.
Perjalanan pulang yang mereka tempuh itu sangat jauh, hingga mereka kemalaman ditengah jalan di sebuah wilayah Bani Benyamin, bernama Gibea. Mereka lalu memutuskan untuk bermalam di sebuah lapangan dikota tersebut. Sebab semua rumah penduduk ditempat itu tertutup bagi para pendatang Israel yang kemalaman dijalan. Untungnya ada seorang bapak tua, orang Bani Israel, yang baru pulang kerja, melihat mereka. Karena kasihan, bapak tua itu pun mengajak suami-istri itu untuk menginap gratis dirumahnya.
Malam semakin larut, ketika bapak tua pemilik rumah itu masih berbincang-bincang dengan suami-istri yang menjadi tamunya, di dalam rumah. Sedang asyik-asyiknya mereka “mengobrol”, tiba-tiba dari luar terdengar teriakan dari para penjahat orang Lewi yang berasal dari Bani Benyamin, yang sedang mengepung rumah mereka. Rupanya para penjahat tersebut bermaksud ingin menculik para tamu yang menginap dirumah tersebut, supaya dapat mereka perkosa dengan sepuas-puasnya.

“Mereka (para penjahat) menggedor-gedor pintu sambil berkata kepada pemilik rumah itu : Bawalah keluar orang (para tamu) yang datang kerumahmu itu, supaya kami pakai (perkosa) dia.” (Hakim-Hakim 19:22)

Tentu saja pemilik rumah menolak permintaan “kurang ajar” para penjahat tersebut. Namun anehnya, ketika melindungi para tamunya dari ancaman para penjahat, pemilik rumah-si bapak tua itu, malah pilih-pilih orang. Ia lebih cenderung memilih memberikan perlindungan kepada tamunya yang laki-laki daripada tamu yang perempuan. Bahkan ia juga rela menyerahkan keperawanan anak perempuannya sendiri kepada para penjahat, sebagai alat tukar demi melindungi kehormatan tamu laki-lakinya. Ia berkata begini :
“Tetapi ada anakku perempuan yang masih perawan, dan juga gundik (istri) orang itu (tamu laki-lakinya), baiklah kubawa keduanya keluar, perkosalah mereka dan perbuatlah dengan mereka apa yang kamu pandang baik, tetapi terhadap orang ini (tamu laki-lakinya) janganlah kamu berbuat noda.” (Hakim-Hakim 19:24)

Coba anda bandingkan, siapa yang lebih “bejat”, para penjahatkah atau si pemilik rumah? Ternyata keduanya sama “bejatnya”, terutama si pemilik rumah. Kelakuan mereka tak ada bedanya dengan kelakuan binatang, bahkan lebih buruk lagi! Tapi itulah yang terjadi, para penjahat juga akhirnya ikut-ikutan pilih-pilih “mangsa”. Mereka ternyata lebih suka untuk memperkosa si tamu perempuan, ketimbang anak gadis si pemilik rumah. Selanjutnya mereka kemudian menyeret si tamu wanita keluar dari rumah dan membawanya pergi untuk diperkosa beramai-ramai. Setelah para penjahat puas memperkosanya semalam suntuk sampai pagi, si wanita itu kemudian dilepaskan, dan ia lalu berjalan “sempoyongan” tiba kembali kerumah si bapak tua dalam keadaan meregang nyawa.
Pagi-pagi, si tamu laki-laki, yang tidak peduli dengan nasib istrinya yang telah diperkosa oleh para penjahat itu, terbangun dan keluar dari rumah untuk melanjutkan kembali perjalanan pulang. Tetapi saat ia membuka pintu depan rumah, ia terkejut menemukan istrinya telah tergeletak tak berdaya di depan pintu. Laki-laki itu lalu membangunkan istrinya, tapi tidak ada jawaban, karena rupanya sang istri telah tewas setelah mengalami pemerkosaan yang sangat keji. Sang suami lalu mengangkat mayat istrinya dan membawanya pulang kerumah mereka.
Sesampainya dirumah, si suami lalu memotong-motong mayat istrinya menjadi 12 (dua belas) bagian (istilah sekarang namanya : “mutilasi”), dan dikirimkan kepada orang-orang Israel, dengan maksud agar orang-orang Israel tersulut emosinya, melihat ada salah seorang warganya diperlakukan sewenang-wenang oleh para penjahat yang berasal dari kalangan Bani Benyamin, musuh bebuyutan mereka. Rupanya tindakan provokasi laki-laki itu berhasil memancing emosi seluruh rakyat Bani Israel untuk menyerang Bani Benyamin. Dan akhirnya terjadilah perang antara kedua suku yang dipicu oleh kasus pemerkosaan tersebut. Dalam peperangan ini, Bani Israel keluar sebagai pemenang dan berhasil membunuh banyak orang dari Bani Benyamin, terutama kaum laki-lakinya dan para perempuan yang telah bersuami. Sementara para perempuan Bani Benyamin yang masih perawan, mereka biarkan hidup untuk dijadikan budak pemuas nafsu atau istri oleh orang-orang Bani Israel!?
Nah, sekarang, manfaat apa yang bisa anda peroleh dari cerita pemerkosaan dan bunuh-membunuh tersebut diatas? Tidak ada! Justru, yang bisa anda peroleh adalah cara-cara untuk menculik, memperkosa, membiarkan tindak kejahatan tanpa mau mencegah atau membela diri, memprovokasi dan menyulut kerusuhan massa, serta tega menyerahkan kesucian anak sendiri atau istri sendiri kepada para pemerkosa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar