Kamis, 27 Agustus 2009

Istri Berselingkuh Ketika Suaminya Tidak dirumah

Namun demikian, yang menjadi aneh pada Alkitab ini adalah adanya penggambaran yang sedemikian rupa dalam menceritakan peristiwa perselingkuhan atau perzinahan yang dilakukan oleh dua orang berlainan jenis yang bukan suami-istri. Penggambaran itu sangat “vulgar” dan mendetail seperti layaknya cerita-cerita berbau erotis yang terdapat dalam buku-buku novel atau cerpen.

Pada zaman modern sekarang ini, perselingkuhan (baca :perzinahan) dalam kehidupan rumah tangga suami-istri, adalah hal yang biasa terjadi dan dengan mudah dapat ditemukan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, baik di desa maupun dikota. Perselingkuhan adalah suatu perbuatan pengkhianatan yang sangat tercela dan merugikan bagi pihak-pihak yang menjadi korban. Perselingkuhan juga dapat menyebabkan hancurnya perkawinan, tekanan batin, rasa bersalah, dan balas dendam diantara para pelakunya.

“Siapa melakukan zinah tidak berakal budi, orang yang berbuat demikian merusak diri.” (Amsal 6:32)

Alkitab dengan sangat tegas melarang orang-orang yang telah terikat dalam perkawinan untuk melakukan perzinahan dengan orang yang bukan menjadi suami atau istrinya. Ancaman bagi orang-orang yang melanggar ketentuan tersebut adalah hukuman rajam atau dilempari batu sampai mati. (Imamat 20:10)
Namun demikian, yang menjadi aneh pada Alkitab ini adalah adanya penggambaran yang sedemikian rupa dalam menceritakan peristiwa perselingkuhan atau perzinahan yang dilakukan oleh dua orang berlainan jenis yang bukan suami-istri. Penggambaran itu sangat “vulgar” dan mendetail seperti layaknya cerita-cerita berbau erotis yang terdapat dalam buku-buku novel atau cerpen. Seolah-olah Tuhan seperti menganggap para pembaca kitab suci-Nya tidak mengerti akan arti kata “perselingkuhan”, kecuali dengan menguraikan arti kata tersebut ke dalam sebuah adegan cerita “roman picisan”, yang konon disampaikan melalui ucapan salah seorang rasul-Nya, bernama Salomo (Nabi Sulaiman), sebagai berikut:

“Kulihat diantara yang tak berpengalaman, kudapati diantara anak-anak muda seorang teruna yang tidak berakal budi, yang menyeberang dekat sudut jalan, lalu melangkah menuju rumah perempuan semacam itu (perempuan genit), pada waktu senja, pada petang hari, dimalam yang gelap.”

“Maka datanglah menyongsong dia seorang perempuan, berpakaian sundal dengan hati licik, cerewet dan liat perempuan ini, kakinya tak dapat tenang dirumah, sebentar ia dijalan dan sebentar di lapangan, dekat setiap tikungan ia menghadang.”

“Lalu dipegangnya orang teruna itu dan diciumnya, dengan muka tanpa malu berkatalah ia kepadanya : Aku harus mempersembahkan korban keselamatan, dan pada hari ini telah kubayar nazarku itu. Itulah sebabnya aku keluar menyongsong engkau, untuk mencari engkau dan sekarang kudapatkan engkau. Telah kubentangkan permadani diatas tepat tidurku, kain lenan beraneka warna dari Mesir. Pembaringanku telah kutaburi dengan mur, gaharu dan kayu manis. Marilah kita memuaskan birahi hingga pagi hari, dan bersama-sama menikmati asmara. Karena suamiku tidak dirumah, ia sedang dalam perjalanan jauh, sekantong uang dibawanya, ia baru pulang menjelang bulan purnama’.”

“Ia merayu orang muda itu dengan berbagai-bagai bujukan, dengan kelicinan bibir ia menggodanya. Maka tiba-tiba orang muda itu mengikuti dia, seperti lembu yang bawa ke penjagalan, dan seperti orang bodoh, yang terbelenggu untuk dihukum, sampai anak panah menembus hatinya…” (Amsal 7:7-23)

Lalu apa yang bisa kita peroleh setelah membaca cerita perselingkuhan tersebut? Perlukah cerita semacam itu dimasukkan kedalam kitab suci Tuhan? Lalu apa bedanya firman Tuhan dengan roman picisan, kalau begitu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar