Kamis, 27 Agustus 2009

PUISI EROTIS DAN RANGSANGAN SEKSUAL DALAM KIDUNG AGUNG

“Lihatlah, cantik engkau, manisku, sungguh cantik engkau! Bagaikan merpati matamu… Bagaikan seutas pita kirmizi bibirmu, dan elok mulutmu. Bagaikan belahan buah delima pelipismu… Lehermu seperti menara Daud… Seperti dua anak rusa buah dadamu, seperti anak kembar kijang… Engkau cantik sekali, manisku, tidak ada cacat cela padamu… Turunlah kepadaku… Pengantinku… Datanglah kepadaku… Engkau mendebarkan hatiku, dinda, pengantinku, engkau mendebarkan hati dengan satu kejapan mata… Betapa nikmat kasihmu, dinda, pengantinku! Jauh lebih nikmat cintamu daripada anggur, dan lebih harum bau minyakmu… Bibirmu meneteskan madu… dan susu ada dibawah lidahmu… dan bau pakaianmu…Dinda pengantinku…” (Kidung Agung 4:1-12)

Kidung Agung adalah salah satu kitab terpilih dalam Alkitab yang memuat berbagai ungkapan-ungkapan syair, puisi, dan nyanyian. Konon katanya, Kidung Agung ini dulunya diciptakan langsung oleh Salomo berdasarkan ilham Tuhan yang ia peroleh. Dengan demikian, Kidung Agung, oleh umat Kristen termasuk dalam kategori ayat-ayat suci yang berasal dari Firman Tuhan.
Namun sejauh mana letak kesuciannya? Mari kita buktikan, apakah Kidung Agung ini sebuah ayat suci (Firman Tuhan) atau bukan? Beberapa contoh kutipan ayat-ayat Kidung Agung dibawah ini akan mengajak anda untuk berpikir dan menilai sejauh mana kesucian dari Kidung Agung tersebut.

“Kiranya ia mencium aku dengan kecupan! Karena cintamu lebih nikmat daripada anggur…” (Kidung Agung 1:1-2)

“Bagiku kekasihku, bagaikan sebungkus mur, tersisip di antara buah dadaku.” (Kidung Agung 1:13)

“Diatas ranjangku pada malam hari kucari jantung hatiku…” (Kidung Agung 3:1)

“…Kutemui jantung hatiku, kupegang dan tak kulepaskan dia, sampai kubawa ia kerumah ibuku ke kamar orang yang melahirkan aku…” (Kidung Agung 3:4)

“Lihatlah, cantik engkau, manisku, sungguh cantik engkau! Bagaikan merpati matamu… Bagaikan seutas pita kirmizi bibirmu, dan elok mulutmu. Bagaikan belahan buah delima pelipismu… Lehermu seperti menara Daud… Seperti dua anak rusa buah dadamu, seperti anak kembar kijang… Engkau cantik sekali, manisku, tidak ada cacat cela padamu… Turunlah kepadaku… Pengantinku… Datanglah kepadaku… Engkau mendebarkan hatiku, dinda, pengantinku, engkau mendebarkan hati dengan satu kejapan mata… Betapa nikmat kasihmu, dinda, pengantinku! Jauh lebih nikmat cintamu daripada anggur, dan lebih harum bau minyakmu… Bibirmu meneteskan madu… dan susu ada dibawah lidahmu… dan bau pakaianmu…Dinda pengantinku…” (Kidung Agung 4:1-12)

“…Makanlah teman-teman, minumlah, minumlah sampai mabuk cinta! Aku tidur, tetapi hatiku bangun. Dengarlah kekasihku mengetuk, ‘Bukalah pintu, dinda manisku, merpati idamanku…’ Bajuku telah kutanggalkan, apakah aku akan mengenakannya lagi? Kakiku telah kubasuh, apakah aku akan mengotorkannya pula? Kekasihku memasukkan tangannya melalui lobang pintu, berdebar-debar hatiku. Aku bangun untuk membuka pintu bagi kekasihku…” (Kidung Agung 5:1-5)

“Betapa indah langkah-langkahmu…, puteri yang berwatak luhur! Lengkung pinggangmu bagaikan perhiasan… Pusarmu seperti cawan yang bulat… Perutmu bagaikan timbunan gandum… Seperti dua anak rusa buah dadamu… Lehermu bagaikan menara gading, matamu bagaikan telaga… hidungmu seperti menara… Kepalamu seperti bukit Karmel, rambut kepalamu merah lembayung; seorang raja tertawan dalam kepang-kepangnya. Betapa cantik, betapa jelita engkau, hai tercinta di antara segala yang disenangi. Sosok tubuhmu seumpama pohon korma dan buah dadamu gugusannya. Kataku : "Aku ingin memanjat pohon korma itu dan memegang gugusan-gugusannya. Kiranya buah dadamu seperti gugusan anggur dan nafas hidungmu seperti buah apel. Kata-katamu manis bagaikan anggur!" Ya, anggur itu mengalir kepada kekasihku dengan tak putus-putusnya, melimpah ke bibir orang-orang yang sedang tidur! Kepunyaan kekasihku aku, kepadaku gairahnya tertuju. Mari, kekasihku, kita pergi ke padang, bermalam di antara bunga-bunga pacar! Mari, kita pergi pagi-pagi ke kebun anggur dan melihat apakah pohon anggur sudah berkuncup, apakah sudah mekar bunganya, apakah pohon-pohon delima sudah berbunga! Di sanalah aku akan memberikan cintaku kepadamu! Semerbak bau buah dudaim; dekat pintu kita ada pelbagai buah-buah yang lezat, yang telah lama dan yang baru saja dipetik. Itu telah kusimpan bagimu, kekasihku!” (Kidung Agung 7:1-13)

“O, seandainya engkau saudaraku laki-laki, yang menyusu pada buah dada ibuku, akan kucium engkau bila kujumpai diluar…” (Kidung Agung 8:1)

“Kami mempunyai seorang adik perempuan, yang belum mempunyai buah dada…” (Kidung Agung 8:1)

“Aku adalah suatu tembok dan buah dadaku bagaikan menara.” (Kidung Agung 8:10)

Nah, bagaimana anda mengomentari ayat-ayat Kidung Agung tersebut diatas? Apakah ia termasuk dalam kategori firman Tuhan ataukah firman cabul? Kalau ia bukan firman Tuhan, maka sebaiknya kita sebut saja ia dengan judul “puisi erotis“ atau “nafsu birahi” atau “rangsangan seks”! Bagaimana?

3 komentar:

  1. Jika seperti ini,,harusnya cepat2 ditarik dari peredarannya & so pasti udah melanggar undang2 PP. Tp ini suatu alkitab or Novel ya???

    BalasHapus
  2. Jika begitu buny ayatnya pasti para domba kepanasan nahan nafsu.

    BalasHapus