Kamis, 27 Agustus 2009

Ester Menang Dalam Kontes Kecantikan “Miss Ahassyweros”

Anda tentu sering mendengar dan melihat berbagai kontes kecantikan yang diadakan oleh masyarakat modern sekarang ini, mulai dari kontes Miss Word, Miss America, Kontes Putri Indonesia, Pemilihan Ratu Waria, Putri Kampus, Putri Kuntilanak, dan lain sebagainya. Namun tahukah anda, ternyata kontes semacam itu telah dipromosikan lebih dulu oleh Alkitab.

Dan rupanya oleh masyarakat barat, promosi Alkitab tentang kontes kecantikan itu, mereka sebar-luaskan secara gencar melalui media massa, dengan merubah kemasannya menjadi lebih terkesan agak “terhormat”, meskipun tujuannya tetap sama.
Maksudnya? Begini, menurut Alkitab, kontes kecantikan itu dulunya diadakan dengan dalih untuk mencari seorang ratu terbaik yang akan diperistri oleh seorang raja. Ceritanya, dulu ada seorang Raja Persia bernama Ahassyweros, yang menguasai 27 wilayah yang tersebar mulai dari India hingga ke Ethiopia (Afrika). Pada suatu waktu, Raja Ahassyweros mengadakan perjamuan pesta yang sangat mewah untuk merayakan kebesaran dan kehebatan kerajaannya. Seluruh orang Persia, baik yang terkenal dan tidak terkenal, mulai dari pejabat, pendeta, artis-selebritis, para pegawai, tentara, hingga rakyat biasa diundang untuk berpesta bersama-sama dengan raja selama + 187 hari. Ketika merayakan pesta, para tamu diberikan kebebasan seluas-luasnya, bahkan sampai “teler” sekalipun juga boleh, untuk bisa menikmati suguhan yang dihidangkan oleh raja.
Pada hari terakhir pesta, puncak kemeriahan pun terjadi. Raja Ahassyweros dan para tamunya terlihat sedang bersenang-senang merayakan pesta sambil bermabuk-mabukan. Dan dalam kondisi seperti itu, Raja Ahassyweros kemudian memanggil istrinya atau ratunya yang bernama Wasti untuk datang kepadanya. Ia lalu memerintahkan agar sang istri mau dalam beberapa menit saja, berjalan berlenggak-lenggok diatas panggung untuk memamerkan kecantikan wajah dan tubuhnya kepada para tamu undangan. Tetapi, Ratu Wasti menolak untuk menghadap, sehingga menimbulkan kemarahan raja.
Gara-gara penolakan Wasti itu, Raja Ahassyweros lalu menceraikan Wasti dan mencopot gelar ratu yang disandangnya dan kemudian akan diberikan kepada wanita lain yang lebih baik dan mau menurut kepada raja. Pencopotan gelar tersebut dituangkan dalam surat keputusan raja, sebagai berikut :

“…Bahwa Wasti dilarang menghadap Raja Ahassyweros, dan bahwa raja akan mengaruniakan kedudukannya sebagai ratu kepada orang lain yang lebih baik dari padanya.” (Ester 1:19)

Sangat kelihatan sekali adanya sikap kekanak-kanakan dari Raja Ahassyweros dalam surat keputusannya tersebut. Hanya gara-gara penolakan istrinya yang takut untuk berbuat dosa itu, sang raja tidak senang dan malah mencampakkannya. Itulah salah satu ciri suami yang tidak pantas dijadikan teladan dalam rumah tangga.
Hilangnya Wasti dari istana, menyebabkan Raja Ahassyweros tidak memiliki ratu lagi, sehingga para penasehatnya kemudian menyarankan kepada Raja Ahassyweros, agar ia segera mencari pengganti Wasti. Usulan ini diterima dengan baik oleh Raja Ahassyweros, dan mulailah dibentuk panitia untuk menyeleksi gadis-gadis yang mau mendaftar untuk mengikuti kontes “Miss Ahassyweros” atau Ratu Ahassyweros.
Kontes Miss Ahassyweros yang akan diselenggarakan Raja Ahassyweros dari Persia itu ternyata mendapat sambutan yang meriah dari para gadis dan janda-janda muda yang masih cantik di seantero negeri. Mereka sangat antusias dan beramai-ramai mendaftarkan diri, tak terkecuali, Ester, seorang wanita cantik berkebangsaan Yahudi juga ikut mendaftar. Ia (Ester) mendaftar ditemani oleh sepupunya yang bernama Mordekhai. Sebelum mendaftar, Ester dipesan oleh sepupunya, agar jangan sekali-kali memberitahukan asal-usul dan identitas kewarganegaraannya kepada panitia. Sebab jika panitia mengetahui ada orang Yahudi yang ikut dalam lomba yang mereka adakan, maka si Yahudi itu pasti akan dihukum berat. Maklum, orang-orang Yahudi dulunya dijajah dan diperbudak oleh orang-orang Persia, sehingga mereka harus diposisikan sebagai musuh yang mesti diwaspadai setiap saat oleh bangsa Persia.
Alhasil, Ester pun akhirnya terdaftar sebagai peserta setelah ia berhasil mengelabui panitia dengan identitas palsunya. Panitia kemudian menyeleksi mereka secara ketat, bahkan pakai ujian psikotes segala. Dan hasilnya, terpilihlah beberapa wanita-wanita cantik, termasuk Ester, yang berhak diikutsertakan dalam “Kontes Miss Ahassyweros” yang akan diselenggarakan di istana raja.
Tetapi sebelumnya, mereka harus dikarantina dulu selama setahun di balai perempuan yang berada dilingkungan istana raja, untuk mendapatkan berbagai macam perawatan kecantikan wajah dan tubuh (kalau di zaman sekarang ditambah dengan bonus pelatihan kepribadian) dari para instruktur yang ahli dibidangnya.

“Tiap-tiap kali seorang gadis mendapat giliran untuk masuk menghadap Raja Ahassyweros, dan sebelumnya ia dirawat menurut peraturan bagi para perempuan selama dua belas bulan, sebab seluruh waktu itu digunakan untuk pemakaian wangi-wangian : enam bulan untuk memakai minyak mur dan enam bulan lagi untuk memakai minyak kasai serta lain-lain wangi-wangian perempuan.” (Ester 2:12)

Setelah masa karantina usai, Raja Ahassyweros lalu memanggil para peserta kontes secara satu persatu untuk memperlihatkan “kebolehan” mereka. Tiap-tiap peserta sesuai nomor urutnya masing-masing, lalu masuk kekamar raja, dan mulai beraksi memamerkan kecantikannya dihadapan raja, dari sore hingga pagi hari. Itu artinya, tiap-tiap peserta, mau tidak mau harus menginap semalaman berdua bersama raja. Ini terlihat dalam uraian Alkitab berikut :

“Lalu (tiap-tiap) gadis itu masuk menghadap raja, dan … dibawa masuk dari balai perempuan ke dalam istana raja.” (Ester 2:13)

“Pada waktu petang ia (setiap para peserta kontes) masuk (kedalam kamar raja) dan pada pagi ia kembali, tetapi sekali ini kedalam balai perempuan yang kedua …” (Ester 2:14)

Dengan gambaran seperti itu, maka sudah pasti penilaian kelayakan para peserta akan diambil berdasarkan dua hal, pertama adalah penilaian tentang bagaimana cara mereka akan menampilkan dan mengeksplorasi kecantikan wajah dan kemolekan tubuh mereka sesempurna mungkin dihadapan raja, dan kedua, adalah penilaian tentang bagaimana para peserta mau menuruti, melayani dan memuaskan keinginan raja terhadap kecantikan wajah dan tubuh yang mereka miliki. Artinya, setiap peserta kontes kecantikan mau tidak mau harus rela mempertontonkan tubuhnya, sekaligus menyerahkannya kepada raja untuk “dinikmati” atau “dirasakan”. Jika raja menyukainya, maka sang peserta akan ditetapkan sebagai pemenang dan dipilih menjadi istri/ratu pendamping raja.
Kebetulan dalam kontes tersebut, Ester, si wanita Yahudi itu diluar dugaan berhasil memenangkan lomba kontes kecantikan yang diselenggarakan oleh kerajaan Persia. Kemenangan Ester ini terjadi karena ia secara meyakinkan berhasil memikat hati Raja Ahassyweros dengan “servicenya” yang sangat memuaskan. Sehingga Ester pun diangkat sebagai ratu oleh Raja Ahassyweros.

“Maka Ester dikasihi oleh baginda lebih daripada semua perempuan lain, dan ia beroeh sayang dan kasih baginda lebih dari pada semua anak dara lain, sehingga baginda mengenakan mahkota kerajaan diatas kepalanya dan mengangkat dia menjadi ratu pengganti Wasti.” (Ester 2:17)

Singkat cerita, dengan status ratu yang disandangnya, Ester pun berhasil mempengaruhi raja Persia yang menjadi suaminya tersebut, untuk lebih memihak kepada kepentingan rakyat Yahudi. Hasilnya, tidak lama kemudian, sepupu Ester, bernama Mordekhai, terpilih sebagai Perdana Menteri (setingkat dibawah raja) yang membawahi seluruh pejabat, pegawai, dan pasukan diseluruh kerajaan Persia. Akibatnya, meskipun bangsa Yahudi adalah budak jajahan Persia, namun dengan keberadaan dua orang warga mereka yang berhasil menjadi salah satu penguasa istana, menjadikan orang-orang Yahudi mendapatkan perhatian dan perlindungan yang lebih baik dibanding dengan rakyat Persia sendiri. Bahkan, ada keputusan Raja Ahassyweros yang sangat merugikan rakyat Persia, tetapi sangat menguntungkan bagi orang-orang Yahudi untuk berbuat semau mereka sendiri. Keputusan itu menyatakan bahwa :

“…Raja mengizinkan orang Yahudi ditiap-tiap kota untuk berkumpul dan mempertahankan nyawanya serta memunahkan, membunuh, atau membinasakan segala tentara, bahkan anak-anak dan perempuan-perempuan, dari bangsa dan daerah yang hendak menyerang mereka, dan untuk merampas harta miliknya, pada hari yang sama di segala daerah raja Ahassyweros, pada tanggal tiga belas bulan yang kedua belas, yakni bulan Adar.” (Ester 8:11-12)

Akibatnya dapat anda duga, sangat mengerikan! Tepat pada tanggal 13 bulan Adar, atas komando Mordekhai, orang-orang Yahudi kemudian beramai-ramai membunuh dan melakukan pembantaian massal (genocide) terhadap orang-orang dari bangsa lain yang tidak sepaham atau bertentangan dengan kepentingan mereka. Kelakuan Mordekhai ini dalam Alkitab kemudian dicatat sebagai suatu hal yang baik dan berpahala, sebagai berikut :

“Karena Mordekhai, orang Yahudi itu itu, menjadi orang kedua dibawah raja Ahassyweros, dan ia dihormati oleh orang Yahudi serta disukai oleh sanak saudaranya, sebab ia mengikhtiarkan yang baik bagi bangsanya dan berbicara untuk keselamatan bagi semua orang sebangsanya.” (Ester 10:3)

Jadi, bagaimana mungkin Alkitab malah menilai peristiwa tersebut dengan cara yang positif? Sangat menggelikan! Lalu nilai moral apa yang bisa didapatkan dari cerita seputar pesta pora, mabuk-mabukan, kontes kecantikan, tipu daya licik, dan bunuh-membunuh tersebut diatas? Tidak ada! Kecuali, anda akan menemukan bahwa ternyata tujuan kontes kecantikan itu dari zaman Ahassyweros hingga sekarang ini sebenarnya sama saja, yakni sama-sama berupaya untuk mengeksploitasi dan menelanjangi tubuh perempuan secara fisik. Hanya bedanya, kalau para peserta kontes kecantikan di zaman Ahassyweros dulu, kemolekannya bisa “dirasakan” oleh jurinya, maka sekarang jurinya hanya bisa melihat dan membayangkan saja dari kejauhan!?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar